

Jakarta (11/3) - Pemerintah terus berupaya menciptakan lapangan pekerjaan dengan cara mendorong investasi melalui simplifikasi serta harmonisasi regulasi dan perizinan. RUU Cipta Kerja dirancang sebagai jalan pembuka untuk mencapai misi tersebut.
Reformasi struktural terhadap perekonomian Indonesia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sejarah mencatat, Indonesia pernah melakukannya 2 (dua) kali. Pertama, saat pergantian Orde Lama ke Orde Baru. Kedua, saat pergantian Orde Baru ke Era Reformasi.
Berkesempatan menjadi narasumber pada acara Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Business Law Forum 2020, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan substansi Cipta Kerja. Pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam rangka pembinaan sehingga kegiatan usaha tetap dapat berlangsung dan dapat menghindarkan pekerja dari PHK.
Di hadapan para seluruh pimpinan daerah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kembali menegaskan bahwa RUU Cipta Kerja sejalan dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Salah satu isu utama yang dimiliki Indonesia adalah masalah pengangguran. Setiap tahun setidaknya ada 2 (dua) juta penambahan angkatan kerja baru yang membutuhkan lapangan pekerjaan untuk menyambung hidup mereka.
Pemerintah mulai menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. RPP NSPK tersebut merupakan tindak lanjut dari RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang saat ini draft dan naskah akademiknya telah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sejak 12 Februari lalu.