

Para Menteri yang menangani industri minyak kelapa sawit dari Malaysia dan Indoneaia, yakni Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Darmin Nasution, bersama-sama memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Dewan Negara Produsen Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries /CPOPC) ke-7 di Kuala Lumpur, Malaysia, 16 Juli 2019. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Mauricio Gonzalez Lopez, Duta Besar Kolombia untuk Malaysia, dalam kapasitasnya sebagai negara pengamat.
Para Menteri menyambut pengurus baru CPOPC periode 2019-2022, yaitu Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron sebagai Direktur Eksekutif; Dupito D. Simamora, Wakil Direktur Eksekutif; Mohammad Jaaffar Ahmad, Direktur Strategi dan Kebijakan; dan Dr. Witjaksana Darmosarkoro, Direktur Keberlanjutan dan Pengembangan Petani Kecil. Para menteri juga menyampaikan penghargaan mereka atas pelayanan prima Mahendra Siregar sebagai Direktur Eksekutif dan Prof. Datuk Makhdzir Mardan sebagai Wakil Direktur eksekutif periode 2017-2019.
Pertemuan tersebut membahas sejumlah masalah yang terkait dengan industri kelapa sawit, termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, bisnis dan keterlibatan petani kecil, serta Agenda PBB 2030 berupa Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Para Menteri menyatakan kekecewaan atas berlakunya Delegated Act Uni Eropa mulai 10 Juni 2019, meskipun upaya telah dilakukan oleh negara penghasil sawit untuk memberikan informasi yang benar tentang inisiatif keberlanjutan industri kelapa sawit. Pada kunjungan Joint Mission Menteri negara-negara anggota CPOPC di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, Delegasi telah menyampaikan keberatan atas rancangan Delegated Act dan menyatakan keprihatinan mereka, saat bertemu dengan para pemimpin Uni Eropa.
Pihak Malaysia maupun Indonesia menyatakan bahwa mereka saat ini sedang meninjau hubungan dengan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, serta berkomitmen untuk menentang Delegated Act melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan kemungkinan jalan lainnya.
Memperhatikan bahwa delegasi CPOPC dan Komisi Eropa telah setuju menggelar dialog rutin, pertemuan ini juga menggagas ide mendirikan CPOPC-EU Joint Working Group tentang Minyak Kelapa Sawit, sebagai platform baru yang merespons lebih lanjut perihal EU Delegated Act. Joint Working Group (JWG) akan melibatkan negara-negara anggota CPOPC dan negara-negara penghasil minyak sawit lainnya, seperti produsen minyak sawit asal negara-negara Afrika, serta akan mengangkat masalah petani kecil dan pengentasan kemiskinan untuk melawan Delegated Act.
Para Menteri menyambut baik simpulan studi tentang “Masterplan for the Strategic Implementation of SDGs in the Palm Oil Sector by 2030” yang ditugaskan oleh CPOPC guna meletakkan dasar Master Plan atas implementasi strategis SDGs di sektor minyak sawit pada tahun 2030. Studi ini menunjukkan bahwa minyak sawit sesuai dan sejalan dengan sebagian besar dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Thailand, Kolombia dan Nigeria.
Tentang masalah tingkat kontaminan 3-MCPDE yang disampaikan oleh Komisi Eropa terhadap minyak nabati, para menteri sepakat bahwa batasan level maksimum pada 2,5 ppm untuk semua minyak nabati harus ditaati, sesuai batas keamanan yang dapat diterima untuk dikonsumsi.
Para Menteri sepakat bahwa CPOPC harus terus bekerja dalam mengatasi isu terkini terkait dengan industri kelapa sawit, seperti permintaan-penawaran, produktivitas, stabilisasi harga, kesejahteraan petani kecil, dan citra positif minyak sawit di sepanjang rantai nilainya.
Para Menteri juga mengundang semua negara penghasil kelapa sawit untuk menghadiri the Second Ministerial Meeting of Palm Oil Producing Countries (2nd MM-POPC) yang akan diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 18 November 2019 mendatang.
***
*Terjemahan tidak resmi oleh mieke/iqbal, Biro Hukum Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian