Kembangkan Ekonomi Kreatif Bidang Fesyen, Pemerintah Ajak Zilingo Berdayakan Perempuan, UMKM, dan Produk Dalam Negeri
16 Oct 2019 13:00KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
No. HM.4.6/126/SET.M.EKON.2.3/10/2019
Kembangkan Ekonomi Kreatif Bidang Fesyen, Pemerintah Ajak Zilingo Berdayakan Perempuan, UMKM, dan Produk Dalam Negeri
Jakarta, 16 Oktober 2019
Ekonomi kreatif (ekraf) kini menjadi sektor yang kian menjanjikan. Perkembangannya cukup pesat, baik ditilik dari nilai ekonomi maupun serapan tenaga kerjanya. Hal ini searah dengan tren perekonomian dunia yang mulai bergeser kepada ekonomi yang berbasis ide, kreativitas, dan inovasi.
Kondisi tersebut didukung oleh potensi bonus demografi yang dimiliki Indonesia hingga 2030 yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan industri brainware yang berbasis ide, kreativitas, dan inovasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), pada tahun lalu ekraf di Indonesia tumbuh sebesar 5,16% dengan nilai ekspor mencapai US$20,60 miliar.
Selain itu, jumlah pekerja dalam bidang ekraf pun mengalami pertumbuhan. Pada 2017, tercatat sebanyak 16,91 juta jiwa bekerja di sektor tersebut, dan ini meningkat 4,13% dari 2016. Kemudian, data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa komposisi terbanyak tenaga kerja ekraf adalah perempuan, yang terpusat di 3 (tiga) sub sektor yaitu: fesyen, kuliner, dan kriya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, dengan potensi tersebut, diharapkan ekraf menjadi salah satu strategi untuk mendorong inklusivitas. “Bahkan bisa saja, ekraf menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana visi pengembangan yang ditetapkan dalam Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional,” tuturnya ketika memberikan keynote speech di acara “Pemberdayaan Perempuan Indonesia Melalui Zilingo SheWorkz untuk Mendukung Keuangan Inklusif”, di Gedung Smesco Jakarta (16/10).
Pemanfaatan e-commerce oleh UMKM
Di lain sisi, dunia e-commerce Indonesia juga berkembang pesat. Dalam hal ini, pemerintah terus mendorong pengembangannya guna memajukan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan produk dalam negeri.
“Kami melihat bahwa dengan pemanfaatan e-commerce bagi UMKM dapat meningkatkan pemasaran dan membuka peluang ekonomi baru, sehingga pada ujungnya dapat menciptakan kesejahteraan dan meningkatkan perekonomian Indonesia,” ujar Menko Darmin.
Pemanfaatan e-commerce juga dapat menunjang efisiensi dan inklusivitas. Hasil riset McKinsey menyebutkan bahwa konsumen di luar Jawa mampu menghemat 11%-25% dari nilai belanjanya dengan menggunakan e-commerce dibandingkan dengan berbelanja secara konvensional. Kondisi ini harus dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha lokal untuk memasarkan produk-produk kreatifnya, khususnya busana dan kuliner.
“Melalui e-commerce, akses pasar menjadi tidak terbatas. Pelaku usaha dapat memperluas pasar, baik ke pasar domestik, bahkan pasar global. Untuk di dalam negeri sendiri, jangan sampai pelaku usaha dan produk lokal kalah dengan yang impor,” kata Menko Darmin.
Meskipun saat ini, lanjut Menko, transaksi e-commerce masih banyak terpusat di Jakarta dan sekitarnya, namun ke depannya diharapkan akan lebih banyak UMKM dari luar Jawa yang tumbuh dan memasarkan produknya melalui e-commerce.
Untuk UMKM sendiri, mereka harus juga mampu meningkatkan kapasitasnya, baik dari aspek produksi, pemasaran, pengiriman atau distribusi produk, hingga manajemen perusahaan. Di sini, pemerintah berkomitmen melakukan pendampingan dan pengawalan terhadap para pelaku UMKM dari hulu hingga hilir.
“Tentunya dalam upaya tersebut, pemerintah tidak dapat bergerak sendiri. Sangat diperlukan dukungan dari platform marketplace yang lebih memahami model bisnis e-commerce,” imbuhnya.
Mendorong Partisipasi Perempuan dalam Angkatan Kerja
Sejalan dengan berkembangnya e-commerce, peluang bagi perempuan untuk bekerja dengan waktu yang lebih fleksibel semakin terbuka lebar. Apalagi pekerjaan berdagang ini dapat dilakukan dari rumah (remote).
Data BPS (2018) menunjukkan memang masih ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam iklim ketenagakerjaan Indonesia. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki pada Agustus 2018 tercatat sebesar 82,69%, sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 51,88%. Artinya sejumlah 25 juta perempuan Indonesia belum memasuki dunia kerja.
Namun secara konsisten perempuan menunjukkan peningkatan kapasitasnya. Hal tersebut tercermin dari peningkatan persentase jumlah perempuan sebagai tenaga profesional yaitu pada 2018 berjumlah 47% atau setara dengan 12,6 juta perempuan yang menjadi tenaga profesional.
Di samping sebagai tenaga profesional, perempuan juga aktif sebagai pelaku UMKM. Berdasarkan data BPS, porsi UMKM yang dikelola perempuan sebanyak 64,5% dari total UMKM Indonesia di 2018 atau mencapai 37 juta UMKM. Indikator tersebut mampu mencerminkan adanya peningkatan kapasitas pada perempuan, baik itu bekerja di kantoran maupun mendirikan usaha sendiri.
Peningkatan kapasitas perempuan tersebut terbukti dapat mendorong peningkatan persentase kontribusi perempuan pada perekonomian, yang tercermin dari peningkatan persentase sumbangan pendapatan perempuan yang pada 2018 telah mencapai 36,7%.
Untuk meningkatkan partisipasi perempuan, pemerintah pun berupaya meningkatkan keterampilan mereka melalui pelatihan vokasi dalam menyongsong era industri 4.0 dan ekonomi digital. Kemudian, diperlukan juga pemberian kemudahan akses kepada pembiayaan untuk semakin memajukan usaha para perempuan.
Akses Permodalan Melalui KUR dan Program Lainnya
Akses keuangan dan permodalan diberikan pemerintah salah satunya dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sejak diluncurkan skema KUR subsidi bunga pada 2015, total akumulasi KUR yang telah disalurkan hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp435,4 triliun dan diberikan kepada 17,5 juta debitur dengan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) tetap terjaga sebesar 1,31%. Hal ini lebih baik dari NPL kredit secara nasional. Adapun proporsi debitur KUR berdasarkan gender didominasi laki-laki sebesar 65%, sedangkan perempuan 35% (Data SIKP, 2017).
Khusus untuk bidang fesyen dan produk turunannya, KUR yang digelontorkan pemerintah pada periode Januari-September 2019 sebesar Rp1,13 triliun kepada 45,1 ribu debitur. Penyaluran tertinggi berada di sektor industri pakaian jadi dan perlengkapan sebesar Rp770 miliar atau sebesar 67,6% dari total penyaluran. “KUR ke depannya akan semakin masuk ke bidang jasa, tidak hanya di sektor produksi atau pertanian saja,” ucap Menko Darmin.
Selain KUR, Pemerintah juga memiliki Program Mekaar, Ultra Mikro (UMi) dan Program Kemitraan Ekonomi Umat untuk pembiayaan usaha mikro. Program Mekaar yaitu pemberdayaan berbasis kelompok bagi perempuan pra sejahtera pelaku usaha super mikro. Plafon pinjamannya antara Rp2 juta – Rp 5 juta dan ini diberikan secara bertahap tanpa agunan.
Ultra Mikro (UMi), yaitu program lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang sulit memperoleh akses kredit perbankan. Plafon maksimal Rp10 juta per nasabah dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Konsep pembiayaan UMi yaitu dengan pembentukan kelompok dan pendampingan untuk memfasilitasi masyarakat yang tidak memiliki agunan.
Sementara, Program Kemitraan Ekonomi Umat (PKEU) yakni program kemitraan antara umat (kelompok masyarakat yang tinggal di pondok pesantren, di sekitar pondok pesantren maupun masyarakat umum, khususnya UMKM) dengan kelompok usaha besar.
Mengenai kebijakan pengembangan vokasi, sampai dengan 2024 fokus pemerintah adalah merevitalisasi tiga layer lembaga vokasi. Tiga layer tersebut adalah (1) Politeknik, untuk menyiapkan tenaga kerja high level thinking; (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), untuk menyiapkan tenaga kerja level operator; dan (3) Balai Latihan Kerja (BLK), untuk memberikan pelatihan bagi angkatan kerja berpendidikan rendah, re-skilling bagi tenaga kerja terdampak krisis ekonomi atau otomatisasi, serta up-skilling agar angkatan kerja mampu beradaptasi dengan teknologi baru.
Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Dimulai dengan mereformasi lembaga vokasi melalui penyesuaian kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri, memperbanyak tenaga pengajar produktif melalui Training of the Trainer (ToT), hingga memperbaiki sistem sertifikasi dan meningkatkan kualitas akreditasi lembaga vokasi.
“Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan Super Deduction Tax Incentive bagi industri yang ikut mengembangkan vokasi. Yaitu insentif pengurangan pajak hingga 200%. Dengan begitu diharapkan lebih banyak industri yang mendorong pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan skill mereka,” jelas Menko Darmin.
Kolaborasi Program "SheWorkz"
Dalam hal pemberdayaan perempuan sebagai pekerja di sektor ekonomi digital tersebut, Kemenko Perekonomian menjalin kerja sama dengan salah satu platform e-commerce terkemuka Zilingo dalam program “SheWorkz”. Zilingo hadir untuk membantu kelompok perempuan yang ingin memulai usaha dari awal hingga akhir.
Pada tahap awal, Zilingo memberikan pelatihan kepada kelompok perempuan tersebut bagaimana memproduksi busana dengan kualitas baik. Apabila produk busana tersebut memenuhi standar, Zilingo akan hadir sebagai offtaker online, membeli produk busana tersebut dan memasarkannya melalui platform marketplace yang dikelolanya.
Sedangkan, offtaker offline yaitu korporasi joint venture (korporasi pengrajin) yang memproduksi melalui pendekatan by order. Adapun komunitas busana berperan untuk menjalankan fungsi asistensi, channeling, dan cash management.
Dalam hal akses pembiayaan melalui KUR, program SheWorkz sejalan dengan pengembangan KUR klaster, yaitu KUR yang diberikan kepada kelompok usaha yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra usaha untuk menampung hasil produksi dan melakukan pendampingan usaha, khususnya dalam hal ini bidang busana dan gaya hidup.
Program SheWorkz melibatkan berbagai stakeholders, baik Zilingo, perbankan (Mandiri, BNI dan BRI), Penjamin KUR (Jamkrindo dan Askrindo), Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI), What’s On Jakarta (WOJ), Komunitas Rimpu Indonesia, Komunitas Designer Etnik Indonesia (KDEI), Indonesia Garment Training Center (IGTC), dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
CEO dan Co-founder Zilingo Ankiti Bose memaparkan bahwa perempuan merupakan potensi terpendam serta kurang dimanfaatkan untuk ekonomi Asia. Mereka hanya menyumbang 24% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Asia Selatan dan Tenggara. Sehingga, hal ini mendorong Zilingo untuk memberikan solusi melalui SheWorkz.
“Tujuan program SheWorkz yaitu menghadirkan program manufaktur terdesentralisasi terbesar untuk memberdayakan pengusaha mikro perempuan di Indonesia. Kami sangat berterima kasih atas dukungan penuh dari Kemenko Perekonomian, sehingga memacu semangat kami untuk mewujudkan keuangan inklusif yang lebih baik bagi lebih banyak perempuan di industri manufaktur busana,” papar Ankiti.
Program yang akan berlangsung selama setahun mendatang ini juga akan berlanjut ke luar Jakarta, antara lain di Cirebon dan Tasikmalaya. Ke depannya, SheWorkz diharapkan dapat berkelanjutan dan direplikasi di berbagai daerah lainnya di Indonesia melalui kerja sama dengan berbagai pihak terkait. (rep/iqb)
***
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Hermin Esti Setyowati
Website: www.ekon.go.id
Twitter & Instagram: @perekonomianRI
Email: humas@ekon.go.id