Pemerintah Dorong Skenario New Normal untuk Ciptakan Kondisi Masyarakat Aman dan Produktif Covid-19
11 Jun 2020 19:09Setelah beberapa negara mengalami pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 ini, mulai Mei 2020 aktivitas ekonomi global mulai membaik seiring dengan proses relaksasi dan normalisasi di negara-negara tersebut. Meski masih dalam level kontraksi, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global di Mei sudah meninggalkan titik rendahnya, termasuk PMI manufaktur Indonesia.
Wabah Covid-19 memang memberikan ketidakpastian perekonomian dunia yang antara lain tercermin dari peningkatan Indeks Ketidakpastian Global, CDS, VIX, dan pelemahan harga komoditas. Beberapa lembaga dunia seperti International Monetary Fund (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi minus 3,0%; pun Bank Dunia menurunkan proyeksinya menjadi minus 5,2%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga hanya mampu menyentuh angka 2,97% di Kuartal I -2020, dari 4,97% pada Kuartal 4-2019, akibat pandemi Covid-19 yang menghentikan sebagian besar aktivitas ekonomi. Beberapa indikator utama juga mengalami tekanan, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penjualan ritel.
Lebih lanjut, pandemi ini juga sempat mendorong capital outflow dan memberi tekanan pelemahan terhadap nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, nilai tukar rupiah dan IHSG sudah mulai membaik pada awal Juni 2020, sejak menurun drastis di akhir Maret 2020. Per 10 Juni 2020, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.995, dan per 1 Juni 2020 IHSG tercatat sebesar 4.913.
Awal Upaya Pemerintah Tangani Pandemi
Semenjak awal Covid-19 merebak di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya serius yang komprehensif. Salah satunya dengan mengeluarkan landasan hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 1 Tahun 2020 sebagai payung hukum untuk mengambil langkah-langkah cepat dan luar biasa serta terkoordinasi untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Berlandaskan PERPPU ini, pemerintah telah memberikan dukungan fiskal untuk penanganan pandemi Covid-19. Total dukungan fiskal Rp 686,20 triliun akan dialokasikan untuk program kesehatan sebesar Rp87,55 triliun dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp598,65 triliun.
Dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencakup: (1) Perlindungan Sosial (Rp203,90 triliun), (2) Insentif Usaha (Rp 120,61 triliun), (3) Dukungan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah/UMKM (Rp123,46 triliun), (4) Pembiayaan Korporasi (Rp44,57 triliun), dan (5) Dukungan Sektoral K/L dan Pemda (Rp106,11 triliun).
Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha (di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi UMKM, perusahaan besar/korporasi dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak pandemi Covid-19) dalam menjalankan bisnisnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam acara Halal Bihalal Virtual Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Kamis (11/6) di Jakarta, menjelaskan bahwa Program PEN akan dijalankan melalui lima mekanisme, yakni Penempatan Dana, Penjaminan, Penyertaan Modal Negara, Investasi Pemerintah dan Belanja Negara.
Sebagai bagian dari dukungan terhadap UMKM dalam Program PEN, pemerintah akan memberikan program subsidi bunga ultra mikro dan UMKM. Subsidi bunga ini akan dianggarkan sebesar Rp35,28 triliun yang ditargetkan kepada 60,66 juta rekening.
Kombinasi Exit Strategy dan Program PEN
Pemerintah bertekad untuk menciptakan kondisi masyarakat produktif dan aman dari Covid-19 atau disebut sebagai kondisi “new normal”. Untuk mencapai kondisi itu dibutuhkan exit strategy yang dapat bersinergi dengan Program PEN. Kedua kebijakan ini harus berjalan bersama dan efektif untuk memastikan pemulihan ekonomi.
“Kondisi new normal menuntut kesiapan protokol umum dan khusus/sektoral. Protokol umum dilakukan dengan menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan berkala, menyiapkan hand sanitizer, dan memberi asupan vitamin secara rutin. Protokol umum berlaku untuk seluruh masyarakat, sementara protokol khusus/sektoral menyesuaikan dengan jenis dan karakteristik industri,” ungkap Menko Airlangga.
Pembukaan wilayah dan sektor ekonomi dalam kondisi new normal tetap akan memperhatikan perkembangan epidemiologi, kesiapan kementerian/lembaga juga pemerintah daerah, ketersediaan alat dan fasilitas kesehatan, kepatuhan masyarakat, serta bersifat dinamis (sehingga dapat ditutup/dibatasi kembali).
New normal merupakan skenario sampai ditemukannya vaksin sampai sekitar dua tahun ke depan. Ada beberapa negara yang saat ini sedang melakukan clinical trial untuk vaksin Covid-19 tersebut. Ini diperlukan percepatan penerapan insentif super deduction tax sampai 300% (untuk industri farmasi/kesehatan) agar vaksin segera ditemukan dan dapat didistribusikan secara nasional.
“Di Indonesia, ada BUMN yaitu Biofarma yang bekerja sama dengan salah satu perusahaan Tiongkok, dan ada juga perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Korea Selatan (untuk menciptakan vaksin),” Menko Airlangga menambahkan.
Pelaksanaan strategi penanganan Covid-19 memerlukan dukungan dari segala pihak, termasuk dunia usaha. Koordinasi antara pemerintah dan dunia usaha akan membantu terbentuknya kondisi new normal melalui pelaksanaan protokol kesehatan di masing-masing bidang usaha.
“Jadi di sini diperlukan kesiapan dari dunia usaha untuk membuat standard operation procedures (SOP) masing-masing. Seperti yang kita ketahui, kawasan industri yang selama ini ketat dan disiplin menerapkan protokol kesehatan tidak ada yang menjadi pusat pandemi, contohnya di Jababeka Cikarang. Selanjutnya, yang perlu disiapkan adalah sektor pariwisata dan perdagangan (untuk kembali beroperasi dalam new normal),” tutupnya. (rep/iqb)
***