Sumber ekon.go.id

Pemerintah Dorong ASN hingga UMKM Berperan Aktif dalam Pasar Modal Indonesia

21 Nov 2019 22:00

Dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Indonesia dapat tumbuh stabil pada kisaran 5% di tengah lesunya perekonomian global yang disebabkan berbagai faktor. Pasalnya, IMF memproyeksikan pertumbuhan dunia pada 2019 semakin melambat dari perkiraan sebelumnya, dari sebesar 3,2% di Juli 2019 menjadi 3,0% pada Oktober 2019. Mengantisipasi hal tersebut, berbagai bank sentral di seluruh dunia, termasuk Indonesia, melakukan pelonggaran kebijakan moneter.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan stabil mencerminkan ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi ekonomi global yang mengalami perlambatan. Meskipun demikian, perekonomian Indonesia tidak sepenuhnya resisten terhadap pengaruh eksternal. Ketahanan yang ada disebabkan oleh perbedaan komponen penyusunnya dibandingkan negara lain.

Indonesia tetap mampu tumbuh karena ditopang oleh konsumsi rumah tangga dalam negeri dengan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 56,5%, besaran investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 32,3%, sedangkan ekspor hanya sebesar 18,8%. Hal tersebut akan berbeda jika dibandingkan dengan negara yang motor utama pertumbuhannya adalah ekspor ataupun sektor finansial yang akan terdampak langsung terhadap perlambatan dan isu negatif ekonomi global.

Pertumbuhan yang tinggi dan berkualitas merupakan hal penting untuk mendorong pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan. Untuk itu, pemerintah melalui berbagai kebijakan terus berupaya agar kinerja perekonomian semakin inklusif. Salah satunya dengan membangun Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) berdasarkan Peraturan Presiden No.82 Tahun 2016 untuk mendorong dan mempercepat akselerasi keuangan inklusif, sehingga setiap anggota masyarakat dapat mengakses jasa dan layanan keuangan formal secara tepat waktu, sesuai kebutuhan, dan dengan biaya yang rendah.

Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan – Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Gede Edy Prasetya menuturkan bahwa pemerintah telah menargetkan indeks keuangan inklusif sebesar 75% di 2019. Berdasarkan Survei SNKI pada 2018 menunjukkan hasil apabila terdapat 55,7% dari penduduk dewasa di Indonesia (yang menjadi sampel survei) telah memiliki rekening dan 70,3% pernah menggunakan produk dan layanan dari lembaga keuangan formal.

Sejalan dengan hal tersebut, survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menyampaikan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 38,03%. Selisih yang cukup besar antara tingkat literasi dan inklusi keuangan tersebut menggambarkan bahwa masyarakat menggunakan produk dan layanan keuangan, namun belum diimbangi oleh pengetahuan yang cukup tentang keuangan.

“Data dari Survei OJK tahun 2016 menginformasikan bahwa tingkat inklusi terendah terdapat pada sektor pasar modal sebesar 1,3%. Lebih lanjut, indeks literasi dan inklusi pasar modal syariah merupakan yang terendah masing-masing 0,02% dan 0,01%,” jelas Gede, dalam acara “Sosialisasi Pasar Modal Syariah Goes to Office” di Pendopo Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (21/11).

Ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan pasar modal Indonesia sendiri yang cukup baik dari tahun ke tahun. Selama lima tahun terakhir, yaitu dari 2015 hingga November 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah tumbuh 33,5%. Namun, partisipasi investor saham masih di bawah 1% dari total populasi, yaitu 1,07 juta dengan 61.130 merupakan investor retail saham Syariah (data Bursa Efek Indonesia, September 2019).

 

Pentingnya Investasi untuk ASN

Dalam rangka meningkatkan keuangan inklusif di bidang pasar modal syariah, Kemenko Perekonomian bekerja sama dengan OJK Pasar Modal Syariah, BEI, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Surakarta, dan perusahaan sekuritas mengadakan “Sosialisasi Pasar Modal Syariah Goes to Office” kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), keluarga ASN, serta komunitas Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM), dan pelaku usaha perempuan.

ASN di Indonesia berjumlah cukup besar, yaitu tercatat sebanyak 4.286.918 orang (data Badan Kepegawaian Negara, Juni 2019), yang mana sebanyak 22,6% berada di instansi pusat dan 77,4% di instansi daerah. Sedangkan, berdasarkan Survei SNKI 2018 disebutkan bahwa 92,9% pegawai pemerintah telah memiliki rekening bank, namun hanya sebagian kecil yang berpartisipasi dalam pasar modal.

Keikutsertaan pegawai pemerintah dalam kegiatan investasi akan turut membantu pertumbuhan perekonomian nasional melalui peningkatan kapitalisasi modal, peningkatan sarana produksi, penciptaan lapangan kerja, serta pemerataan pendapatan. Selain itu, manfaat lainnya adalah imbal hasil bagi investor itu sendiri.

Peran aktif ASN dan keluarganya serta komunitas UMKM dalam menjadi investor dapat meningkatkan kepemilikan saham oleh investor domestik. Sebagaimana disampaikan BEI, pada Januari hingga 15 November 2019 jumlah investor domestik mencapai 68% dengan nilai perdagangan Rp1.363,9 triliun dan jumlah investor asing sebanyak 32% dengan total nilai perdagangan mencapai Rp640,5 triliun.

“Keberadaan pasar modal syariah sebagai salah satu instrumen investasi memberi pilihan yang smakin lengkap, namun masih banyak masyarakat yang belum tahu atau mengerti, jadi perlu disosialisasikan secara masif. Semoga sosialisasi kali ini dapat menjadi sarana edukasi untuk meningkatkan literasi dan kesadaran masyarakat tentang investasi di pasar modal syariah, kemudian pada akhirnya akan dapat meningkatkan jumlah investor,” tutup Wakil Walikota Surakarta Achmad Purnomo.

Turut hadir dalam acara ini adalah Kepala OJK Solo Eko Yunianto, Vice President Investment Services BRI Tjondro Prabowo, Vice President BNI Maya Irma Tobing, Wakil Pemimpin Wilayah BRI Kanwil Jogja Ida Bagus Oka Purwita, dan Anggota Dewan Syariah Nasional MUI Mahbub Maafi. (rep/iqb)

***


Bagikan di | Cetak | Unduh