Sumber ekon.go.id

Pembangunan Infrastruktur Terintegrasi Bantu Menurunkan Biaya Logistik

15 Nov 2019 17:00

Perencanaan optimal atas infrastruktur yang terintegrasi akan dapat menekan biaya transportasi, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Selain itu, kelengkapan prasarana pendukung melahirkan efisiensi setiap moda transportasi maupun jaringan logistik barang yang modern dan terintegrasi antar pusat-pusat kegiatan ekonomi. Yakin dengan hal tersebut, pemerintah tengah berupaya mengoptimalisasi pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. 

Melalui seminar “Strategi Pembangunan Infrastruktur Terintegrasi untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Industri” yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan (Deputi I) – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di PO Hotel Semarang, Jumat (15/11). didiskusikan berbagai upaya mengoptimalkan manfaat yang diperoleh dari pembangunan infrastruktur pemerintahan saat ini, sembari tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur fisik, nonfisik dan digital yang saling terintegrasi. 

Dalam keynote speech-nya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menyampaikan bahwa biaya logistik nasional yang masih tinggi (sebesar 24% dari total biaya), membuat daya saing produk Indonesia kurang maksimal ketika menghadapi persaingan dengan produk impor. Di sini akan terjadi yang namanya dead weight loss karena konsumen membeli terlalu mahal, sehingga produksi tidak optimal.

“Tanpa ada pembangunan infrastruktur yang memadai, maka biaya logistik menjadi mahal. Apalagi jika tidak terintegrasi tidak mungkin mendapatkan hasil maksimal dari pembangunan infrastruktur,” kata Iskandar.

 

Masukan untuk Infrastruktur Jateng

Provinsi Jawa Tengah (Jateng) berada pada posisi sentral di Pulau Jawa. Namun kontribusi perekonomian provinsi tersebut kepada perekonomian nasional masih jauh di bawah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Laju pertumbuhan perekonomian rata-rata di sana juga masih di bawah ketiga provinsi tersebut. Untuk menghindari risiko semakin besarnya kesenjangan perekonomian dengan ketiga provinsi itu, perlu diambil kebijakan strategis yang tepat dan ini harus dilaksanakan secara optimal.

Provinsi Jateng juga perlu merumuskan kebijakan strategis untuk mengatasi tantangan ekonomi berupa: (1) Risiko bertambahnya kesenjangan ekonomi dengan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten dan Jawa Barat; (2) Menurunnya kinerja ekspor komoditas unggulan; serta (3) Kesenjangan aktivitas ekonomi antara daerah utara dengan selatan di Jateng.

Dalam konteks ini, peningkatan kinerja sistem logistik di Jateng akan membantu meningkatkan produktivitas melalui efisiensi biaya transportasi. Di samping itu, juga didukung dengan besarnya peran sektor industri pengolahan di sana (34,50%), dan pertumbuhan ekonomi yang tercatat berada di kisaran 4,3% per tahun. Infrastruktur strategis pun diperlukan di sana agar bisa menjadi penopang pertumbuhan industri, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kunci yang menghambatnya.

Maka itu, Kemenko Perekonomian melalui Deputi I telah merumuskan pokok-pokok rekomendasi kebijakan untuk optimalisasi penyediaan infrastruktur konektivitas di Jateng. Rekomendasi pertama, dalam perencanaan infrastruktur, khususnya infrastruktur strategis, peran yang ingin diwujudkan harus terdefinisi dengan baik. Jadi dapat dikelola, dimonitor, dan dievaluasi oleh para pemangku kepentingan.

Kedua, perencanaan pengembangan infrastruktur konektivitas yang dilakukan berdasarkan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota perlu mempertimbangkan: (1) Peran infrastruktur strategis sebagai tulang punggung (backbone); dan (2) Upaya mewujudkan sistem logistik regional yang menerapkan hub-and-spoke.

Ketiga, untuk wilayah perkotaan padat perlu dikembangkan jalan lingkar luar terintegrasi yang dapat mengurangi biaya dan waktu angkutan barang menggunakan truk besar.

“Pokok-pokok ini dimaksudkan untuk menjadi rujukan bersama para pemangku kepentingan, baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, dalam mengoordinasikan dan mengendalikan penyediaan infrastruktur strategis daerah. Sehingga, upaya menurunkan biaya logistik untuk daya saing industri pengolahan dapat tercapai, supaya Indonesia mampu keluar dari jebakan kelas menengah (middle income trap),” pungkas Iskandar.

Turut hadir dalam seminar ini yaitu Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil Kemenko Perekonomian Ferry Irawan; Kepala Subbidang Kawasan Strategis II – BPIW Kementerian PUPR Raymond Tirtoadi; Kepala Badan Pembangunan Daerag (Bappeda) Provinsi Jawa Tengah Dr. Prasetyo Ariwibowo; perwakilan Bappeda dari kabupaten/kota di Jawa Tengah; serta perwakilan civitas akademika Universitas Diponegoro dan Universitas Negeri Semarang, pelaku usaha tekstil, dan asosiasi logistik. (fal/rep/iqb)

***


Bagikan di | Cetak | Unduh