Sumber ekon.go.id

Tingkatkan Inklusi Keuangan, Pasar Modal Perluas Potensi Market-nya

10 Sep 2019 18:00

Seiring dengan dinamika perekonomian nasional dan global, kinerja pasar modal (stock exchange) Indonesia pada 2019 ini berjalan dinamis. Pada akhir 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level 6.194, kemudian meningkat pada level tertinggi sebesar 6.548 pada Februari 2019 sebelum menurun kembali pada level terendah sebesar 5.827 di Mei 2019. Namun, per 21 Agustus 2019, IHSG naik kembali menjadi 6.253. Return pasar modal Indonesia juga tercatat positif.

Untuk memperkuat pasar modal Indonesia tentunya supply dan demand yang terjadi harus sama-sama kuat. Dari sisi supply, upaya meningkatkan jumlah emiten dilakukan dengan menyederhanakan kebijakan dan mempercepat prosedur perizinan Initial Public Offering (IPO). Lalu, untuk sisi demand, dilakukan mekanisme yang mempermudah dan mempercepat transaksi investor di pasar modal.

Jika dibandingkan dengan pasar modal konvensional, pasar modal syariah masih kurang gaungnya. Maka itu, pasar modal syariah harus semakin diperkenalkan lagi kepada masyarakat. Pasar modal syariah adalah kegiatan dalam pasar modal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yang dalam hal ini produk investasinya dikelola secara syariah ataupun berasal dari emiten yang memiliki model bisnis syariah.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 12 Juli 2019, jumlah saham syariah sebanyak 419 saham dengan kapitalisasi sebesar Rp3720,47 triliun. Kemudian, reksadana syariah berjumlah 259 produk dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp41,89 triliun.

Untuk itu, dalam gelaran pertama yang diadakan pada Selasa (10/9) di Gedung Sate Bandung, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan OJK, Bursa Efek Indonesia (BEI), Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan beberapa perusahaan sekuritas mengadakan “Sosialisasi Pasar Modal Syariah Goes to Office”.

Tema yang diangkat adalah “Peningkatan Keuangan Inklusif melalui Edukasi Pasar Modal kepada  Aparatur Sipil Negara (ASN)”. Mengapa ASN? Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Gede Edy Prasetya menjelaskan, potensi ASN untuk menjadi investor pada produk pasar modal Indonesia cukup besar, dikarenakan jumlah ASN per 31 Desember 2018 mencapai sekitar 4 juta pegawai (BPS, 2019), dan sebagian besar dari mereka termasuk dalam usia produktif yang sangat dianjurkan untuk dapat menginvestasikan uangnya di luar tabungan atau deposito supaya mendapatkan return yang lebih maksimal lagi.

Sinergi program sosialisasi sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan, sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Pemerintah telah menargetkan indeks keuangan inklusif sebesar 75% di 2019. Berdasarkan data dari OJK (2016), indeks keuangan inklusi di Indonesia telah mencapai 67,8% dengan indeks tertinggi di sektor perbankan sebesar 53,6% dan terendah di sektor pasar modal sebesar 1,3%.

“Fokus kegiatan keuangan inklusif pada tahun ini yaitu meningkatkan literasi keuangan dan perlindungan konsumen, memperluas pembukaan rekening, mempercepat sertifikasi hak properti masyarakat yang dapat dijadikan agunan, meningkatkan layanan keuangan digital dan transaksi nontunai, serta mengoptimalkan layanan agen bank,” tutur Gede.

Peningkatan inklusi keuangan secara khusus melalui ketersediaan akses terhadap berbagai layanan dan produk keuangan akan mendorong pelaku usaha untuk melakukan inovasi, efisiensi maupun investasi. Aktivitas dari pelaku usaha ini akan terkonversi menjadi sebuah output dalam perekonomian, dan dalam jangka panjang akan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi serta mengurangi ketergantungan kepada modal jangka pendek (short term capital inflows).

“Kami harap semua pemangku kepentingan terus melaksanakan kebijakan dan sinergi dalam meningkatkan indeks keuangan inklusif guna mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutup Gede. (ekon)

***


Bagikan di | Cetak | Unduh