Sumber ekon.go.id

BI Pertahankan BI Rate di 6,5%

16 Aug 2013 09:09

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate  di level 6,5 persen pada bulan ini.  

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15 Agustus 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50 persen,” kata Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs dalam  keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (14/8/2013).

Menurutnya, BI mempertahankan BI rate dilevel 6,5 persen untuk pengendalian inflasi, pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable, dan  penguatan stabilitas sistem keuangan dilakukan  melalui optimalisasi sejumlah  instrumen kebijakan  moneter dan makroprudensial.

Untuk itu, sambung dia, BI akan melakukan beberapa langkah  yaitu pertama penguatan operasi moneter BI akan terus mengintensifkan pengendalian ekses likuiditas yang cenderung meningkat pasca Ramadhan. “Dalam hal ini, BI akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dan menyempurnakan ketentuan GWM-LDR untuk memperkuat penyaluran kredit dan penghimpunan dana yang prudent, serta menyempurnakan GWM Sekunder untuk memperkuat manajemen  likuiditas perbankan,” jelasnya.

Kedua, sambung dia, BI akan tetap melakukan stabilisasi nilai tukar jangka panjang Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental perekonomian dan sekaligus untuk pengelolaan neraca pembayaran yang lebih sustainable. Ketiga, BI akan melakukan langkah-langkah pengawasan bank (supervisory actions) untuk mengendalikan pertumbuhan kredit yang dinilai masih relatif tinggi pada sejumlah bank dan sektor tertentu, termasuk yang mempunyai kandungan  impor tinggi.

“Penguatan kebijakan makroprudensial ini, termasuk penyempurnaan GWM-LDR dan GWM Sekunder, sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan bank dalam menghadapi risiko dan memperkuat stabilitas sistem keuangan,” tuturnya.

Dan keempat, Bank Indonesia akan menyempurnakan sejumlah  ketentuan untuk pengembangan pasar valas domestik lebih lanjut dan sekaligus untuk meningkatkan pasokan valas secara lebih efektif, termasuk ketentuan  mengenai pembelian valas terhadap rupiah untuk bank, transaksi derivatif dan pinjaman  luar negeri jangka pendek perbankan.

Bank Indonesia meyakini bauran kebijakan tersebut akan memadai untuk mengarahkan inflasi tahun 2014 sesuai dengan sasarannya sebesar 4,5%±1%, serta dapat mendukung penyesuaian ekonomi domestik bergerak secara terkendali ke arah yang lebih sehat dan seimbang. “Penguatan koordinasi dengan Pemerintah terus dilakukan termasuk untuk pengendalian inflasi dan pengelolaan neraca pembayaran,” ujarnya.

Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, BI memperkirakan pertumbuhan akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan kenaikan inflasi di dalam negeri. Setelah mencatat pertumbuhan 6,0 persen (yoy) pada triwulan I-2013, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 5,8 persen (yoy) pada triwulan II-2013.

“Ke depan, risiko perlambatan ekonomi masih tetap besar. Secara keseluruhan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 menuju batas bawah kisaran 5,8 persen-6,2persen dan untuk 2014 berada dalam kisaran 6,4persen-6,8persen,” ungkapnya.

Sementara Staf Khusus Menko Perekonomian Purbaya Yudhi Sadewa  mengatakan dengan BI rate berada di level 6,5 persen maka pertumbuhan ekonomi masih bisa lari, diatas level tersebut agak melambat tetapi belum masuk ke level yang membahayakan. Jika BI rate diatas 7 persen maka tekanan ke pertumbuhan ekonomi akan parah bahkan stagnan, dan jika naik ke level 9,5 persen maka pertumbuhan ekonomi akan mulai kontraksi.

“Ini dari pengalaman kita di tahun-tahun sebelumnya kita lihat dari data ekonomi kita, jadi hati-hati dengan permainan kebijakan bunga karena globalnya belum sehat. Kita saat ini hanya bisa mengharapkan konsumsi dalam negeri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kalau global tidak sehat kita malah menghambat pertumbuhan ekonomi sendiri jadi itu kebijakan yang konyol,”terangnya.


Bagikan di | Cetak | Unduh