Kemenko Perekonomian Bersama World Bank Meluncurkan Critical Occupation List (COL) Tahun 2018/2019
29 Apr 2020 16:07JAKARTA – Mismatch atau ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan dan kebutuhan industri masih menjadi permasalahan dalam pembangunan SDM di Indonesia, dari kajian BPS sekitar 53,3% pekerja saat ini memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa arah pendidikan maupun pelatihan di Indonesia masih perlu diupayakan agar sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerjasama dengan World Bank menciptakan suatu sistem pemantauan keterampilan yang menyelaraskan program pendidikan dan keterampilan terhadap tuntutan dunia usaha dan dunia industri. Langkah pertama yang dilakukan dari sistem pemantauan tersebut adalah melalui penyusunan Critical Occupation List (COL) atau Daftar Pekerjaan Kritis di Indonesia.
Daftar pekerjaan kritis ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan “top-down” dan “bottom-up”. Dalam analisis top-down digunakan data Sakernas tahun 2014-2017 untuk melihat tren perubahan demand dan supply keterampilan tingkat nasional, sementara analisis bottom-up dilakukan dengan melakukan survey dan focus group discussion bersama perusahaan Indonesia untuk mengetahui data kualitatif mengenai keterampilan yang dibutuhkan tetapi kurang tersedia.
Setelah dilakukan proses penggabungan (devotailling) dan beberapa tahap analisis, dihasilkan 35 jenis pekerjaan spesifik yang sulit terisi untuk masuk kedalam Daftar Pekerjaan Kritis. Adapun 35 jenis pekerjaan ini telah mewakili berbagai sektor seperti manufaktur, telekomunikasi dan IT, layanan akomodasi dan makanan, konstruksi, serta jasa ilmiah professional lainnya.
“Hasil kajian COL ini dapat menjadi dasar perumusan berbagai kebijakan oleh pemangku kepentingan, terutama terkait, Pendidikan, pelatihan, upaya-upaya aktif dalam meningkatkan keterampilan pekerja; dan juga sebagai jembatan antara supply dan demand Tenaga Kerja.” Ujar Rudy Salahuddin, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
Di dunia internasional, Daftar Pekerjaan Kritis telah digunakan untuk menyusun kebijakan pendidikan dan migrasi tersasar yang menangani kesenjangan keterampilan kritis dan membantu para pembuat kebijakan untuk menentukan investasi-investasi program pelatihan, penyesuaian insentif untuk program pemagangan, serta keterampilan-keterampilan mana saja yang harus dikembangkan oleh pencari kerja untuk meningkatkan nilai mereka di pasar tenaga kerja, sehingga mismacth tenaga kerja dengan kebutuhan industri dapat terus diperkecil kedepannya. (dep4)
***