Mewujudkan Sejuta Rumah Rakyat
12 Apr 2016 18:09KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
MEWUJUDKAN SEJUTA RUMAH RAKYAT
Jakarta, 12 April 2016
Pertengahan tahun 2015 lalu, pemerintah sudah menetapkan pembangunan sejuta rumah untuk rakyat. Namun demikian, hal ini terkendala banyak hal. “Salah satunya soal peraturan sehingga kita perlu menyederhanakannya,” kata Menteri Koordinator Bidang Pereknomian Darmin Nasution. Hal ini diungkapkan Darmin pada rapat koordinasi penyederhanaan regulasi perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kantor menko perekonomian, Selasa (12/4).
Memang, ada sejumlah tantangan dan hambatan dalam mengimplementasikan program ini, baik dari sisi ketersediaan (supply) maupun sisi permintaan (demand). Dari sisi supply, ada kendala ketersediaan kredit untuk sektor properti, terutama para pengembang kecil; perijinan dan persyaratan pembangunan perumahan yang berbelit, panjang dan mahal; serta kendala.
Sementara dari demand, ada hambatan mulai dari ketersediaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan bunga terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga rendahnya akses masyarakat terhadap produk perbankan, salah satunya terkait dengan isu bankability.
Rapat koordinasi penyederhanaan perijinan dan persyaratan untuk percepatan perwujudan Sejuta Rumah Rakyat ini melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Perhubungan serta perwakilan dari sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam rakor ini terungkap banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan seharusnya tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan untuk MBR. Selain itu, pengembang juga dihadapkan pada ketidakpastian harga pengurusan izin.
Verifikasi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada 33 izin/syarat yang diperlukan untuk mengurus perizinan dan akan dipangkas menjadi 21 izin/syarat. Penyelesaian izin selama ini juga membutuhkan waktu sekitar 753 – 916 hari. Adapun biaya untuk perizinan ini dapat menghabiskan biaya hingga Rp 3,5 miliar untuk area perumahan seluas 5 ha.
“Kita akan mendisain ulang perihal ini sehingga masyarakat berpenghasilan rendah benar-benar dapat menikmati,” kata Darmin Nasution. Darmin menargetkan, setidaknya dalam waktu sekitar satu-dua bulan mendatang, dapat dibuatkan paket peraturan yang lebih baik. (ekon)
Tim Komunikasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Email: humas.ekon@gmail.com
Twitter: @perekonomianRI
Website : www.ekon.go.id